Kutatap kau tertunduk dalam ketidakberdayaanmu
Bagimu dunia tak lagi adil pada dirimu
Beberapa kali kau mengutuk dirimu sendiri
Kau berteriak tak mampu berterima kenyataan
Hatimu kacau, wahai Tuan
Dirimu setengah waras mengecam realita
Harapanmu terbakar hangus tanpa sisa
Kesedihan menusukmu lebih pedih dari sebelumnya
Luka itu menguburmu jauh tertelan angan
Dirimu tak berdaya, wahai Tuan
Kau pejamkan matamu untuk meringankan sakit
Tapi ia malah lebih membuatmu hancur
Dadamu sesak menghirup segala duka
Tubuhmu lemah, kaku, wahai Tuan
Aku melihat kebencian pada matamu
Aku melihat gelisah yang tak kunjung reda menikammu
Kau tertatih menggembirakan dirimu
Kau mengecam semesta tak kunjung berpihak padamu
Pikiranmu berkeliaran di ujung asa
Kau bukan siapa yang berbangga kemarin
Dan Tuan
Lihatlah aku dari sisi jiwamu yang paling dalam
Dengan cinta, jauh dari apa yang tengah menguasaimu
Kemarilah Tuan
Kau menjatuhkan tubuhmu padaku
Peluklah aku sekuat yang kau mau
Kupasrahkan diri untukmu terjatuh
Akulah wadah yang kau cari selama ini, Tuan
Yang membalas rasamu
Yang mendengar segala keluhmu
Yang mengerti tanpa kau jelaskan
Pelukanmu, pelukanku adalah yang paling berharga
Di sisa-sisa semangatmu, akan kukuatkan engkau
Di titik lemahmu, Puan tak berpindah tetap
Ia membidaimu sampai puncak, tangannya ada untuk kau bagikan luka
Sedikit lega Tuan, kemarilah kupeluk engkau sekuat tenagaku
Tak akan kubiarkan kau sendiri menopang duka dan luka
Puanmu menunggumu pulang
Yang memercayaimu, bahkan di saat kau tidak memercayai dirimu sendiri
Karya : Ade Vahirah Lestari – Jurusan Keperawatan 2018